Untuk Koefisien Lift:
Mengapa Pesawat Bisa Terbang...?
Pesawat bisa terbang karena ada momentum
dari dorongan horizontal mesin pesawat (Engine), kemudian dorongan engine
tersebut akan menimbulkan perbedaan kecepatan aliran udara dibawah dan diatas
sayap pesawat.
Kecepatan udara diatas sayap akan lebih besar dari dibawah
sayap di karenakan jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih
besar dari pada jarak tempuh di bawah sayap, waktu tempuh lapisan udara yang
melalui atas sayap dan di bawah sayap adalah sama.
Menurut hukum Bernoully, kecepatan udara besar menimbulkan tekanan udara yang kecil. sehingga tekanan
udara di bawah sayap menjadi lebih besar dari sayap pesawat bagian atas.
Sehingga akan timbul gaya angkat (Lift) yang menjadikan pesawat itu bisa
terbang,
Ada
beberapa bagian utama pesawat yang membuat pesawat itu bisa terbang dengan
sempurna, diantaranya sbb;
Badan pesawat ( Fuselage ) terdapat
didalamnya; ruang kemudi (Cockpit) dan ruang penumpang (Passenger).
Sayap (Wing), terdapat Aileron
berfungsi untuk “Rolling” pesawat miring kiri – kanan dan Flap untuk menambah
luas area sayap ( Coefficient Lift ) yang berguna untuk menambah gaya angkat
pesawat.
Ekor
sayap (Horizontal Stabilazer), terdapat Elevator berfungsi untuk “Pitching” nose
UP – DOWN.
Sirip tegak (Vertical
Stabilizer), terdapat Rudder berfungsi untuk “Yawing” belok kiri–kanan.
Mesin (Engine), berpungsi sebagai
Thrust atau gaya dorong yang menghasilkan kecepatan pesawat.
Roda Pesawat ( Landing Gear ),berfungsi
untuk mendarat/landing atau tinggal landas/Take-off.
Pada dasarnya apabila pesawat sedang terbang
selalu menggabungkan fungsi-fungsi control diatas, spt contoh; bila pesawat
belok kanan atau kiri, maka yang digerakkan Aileron dan Rudder, jadi sambil
belok pesawat dimiringkan agar lintasan belok lebih pendek, yang dapat
menghemat waktu dan menghemat pemakaian bahan bakar.
1.
Prinsip Bernoulli menyatakan bahwa semakin tinggi kecepatan fluida (untuk
ketinggian yang relatif sama), maka tekanannya akan mengecil.
Dengan demikian
akan terjadi perbedaan tekanan antara udara bagian bawah dan atas sayap: hal
inilah yang mencipakan gaya angkat L.
Penjelasan dengan prinsip Bernoulli ini
masih menuai pro kontra; namun penjelasan ini pulalah yang digunakan Boeing
untuk menjelaskan prinsip gaya angkat.
2. Hukum III Newton menekankan pada
prinsip perubahan momentum manakala udara dibelokkan oleh bagian bawah sayap
pesawat. Dari prinsip aksi-reaksi, muncul gaya pada bagian bawah sayap yang
besarnya sama dengan gaya yang diberikan sayap untuk membelokkan udara.
Sedangkan penjelasan menggunakan efek Coanda menekankan pada beloknya kontur
udara yang mengalir di bagian atas sayap. Bagian atas sayap pesawat yang
cembung memaksa udara untuk mengikuti kontur tersebut.
Pembelokan kontur udara
tersebut dimungkinkan karena adanya daerah tekanan rendah pada bagian atas
sayap pesawat (atau dengan penjelasan lain: pembelokan kontur udara tersebut
menciptakan daerah tekanan rendah).
Perbedaan tekanan tersebut menciptakan
perbedaan gaya yang menimbulkan gaya angkat L.
Meski belum ada konsensus resmi
mengenai mekanisme yang paling akurat untuk menjelaskan munculnya fenomena gaya
angkat, yang jelas sayap pesawat berhasil mengubah sebagian gaya dorong T mesin
menjadi gaya angkat L.
Gaya-gaya aerodinamika ini meliputi gaya angkat (lift),
gaya dorong (thrust), gaya berat (weight), dan gaya hambat udara (drag).
Gaya-gaya inilah yang mempengaruhi profil
terbang semua benda-benda di udara, mulai dari burung-burung yang bisa terbang
mulus secara alami sampai pesawat terbang yang paling besar sekalipun.
Namun hal mendasar yang menyebabkan pesawat itu
bisa mengudara adalah lebih kepada karena gaya angkat yang lebih tunduk kepada
hukum Newton ketiga, yang secara sederhana berbunyi : SETIAP AKSI (daya) AKAN
MENDAPAT REAKSI YANG BERLAWANAN ARAH DAN SAMA BESAR.
Gaya hambat udara (drag) merupakan gaya yang
disebabkan oleh molekul-molekul dan partikel-partikel di udara. Gaya ini
dialami oleh benda yang bergerak di udara.
Pada benda yang diam gaya hambat udara
nol.
Ketika benda mulai bergerak, gaya hambat udara ini mulai muncul yang
arahnya berlawanan dengan arah gerak, bersifat menghambat gerakan (itu sebabnya
gaya ini disebut gaya hambat udara).
Semakin cepat benda bergerak semakin besar
gaya hambat udara ini. Agar benda bisa terus bergerak maju saat terbang,
diperlukan gaya yang bisa mengatasi hambatan udara tersebut, yaitu gaya dorong
(thrust) yang dihasilkan oleh mesin.
Supaya kita tidak perlu menghasilkan thrust
yang terlalu besar (bisa-bisa jadi tidak ekonomis) kita harus mencari cara
untuk mengurangi drag.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan desain yang
streamline (ramping).
Supaya
bisa terbang, kita perlu gaya yang bisa mengatasi gaya berat akibat tarikan
gravitasi bumi. Gaya ke atas (lift) ini harus bisa melawan tarikan gravitasi
bumi sehingga benda bisa terangkat dan mempertahankan posisinya di angkasa.
Lalu bagaimana kita bisa mengatasi gravitasi ini? Ini saatnya memanfaatkan
bantuan dari fisikawan-fisikawan legendaris: Isaac Newton, Bernoulli, dan
Coanda.
Isaac Newton yang terkenal dengan ketiga
persamaan geraknya menyumbangkan hukum III Newton tentang Aksi-Reaksi. Sayap
pesawat merupakan bagian terpenting dalam menghasilkan lift. Partikel-partikel
yang menabrak ini lalu dipantulkan ke bawah (ke arah tanah). Udara yang
menghujani tanah ini merupakan gaya AKSI. Nah, ini baru aksi yang disebabkan
proses yang terjadi di bagian bawah sayap. Di bagian atas sayap, ada proses
lain yang juga menghasilkan aksi.
Di sini Bernoulli dan Coanda ‘bekerja sama’.
Sewaktu udara akan mengalir di bagian atas sayap, tekanannya sebesar P1. Ketika
udara melewati bagian lengkung pesawat, tekanan udara di daerah itu turun
menjadi P2. Menurut Coanda, udara yang melewati permukaan lengkung akan
mengalir sepanjang permukaan itu (dikenal sebagai Efek Coanda). Udara yang
melewati bagian atas sayap ini mirip udara yang bergerak sepanjang botol. Udara
ini akan mengalir sepanjang permukaan atas sayap hingga mencapai ujung bawah
sayap.
Di ujung bawah sayap itu partikel-partikel udara bergerombol dan
bertambah terus sampai akhirnya kelebihan berat dan berjatuhan (downwash).
Siraman udara atau downwash ini juga merupakan komponen gaya AKSI. Tanah yang
menerima gaya aksi ini pasti langsung memberikan gaya REAKSI yang besarnya sama
dengan gaya aksi tetapi berlawanan arah. Karena gaya aksinya menuju tanah (ke
arah bawah), berarti gaya reaksinya ke arah atas.
Gaya reaksi ini memberikan
gaya angkat (lift) yang bisa mengangkat pesawat dan mengalahkan gaya berat
akibat tarikan gravitasi bumi. Sumber gaya angkat (lift) yang lain adalah
perubahan tekanan udara di P2.
Dari beberapa hal, bagusnya kinerja
penerbang dalam sebuah penerbangan bergantung pada kemampuan untuk merencanakan
dan berkordinasi dengan penggunaan tenaga (power) dan kendali pesawat untuk
mengubah gaya dari gaya dorong (thrust), gaya tahan (drag), gaya angkat (lift)
dan berat pesawat (weight).
Keseimbangan dari gaya-gaya tersebutlah yang harus
dikendalikan oleh penerbang. Makin baik pemahaman dari gaya-gaya dan cara
mengendalikannya, makin baik pula ketrampilan seorang penerbang.
Berikut
ini hal-hal yang mendefinisikan gaya-gaya tersebut dalam sebuah penerbangan
yang lurus dan datar, tidak berakselerasi (stright and level, unaccelerated).
Thrust,
adalah gaya dorong, yang dihasilkan oleh mesin (powerplant)/baling-baling. Gaya
ini kebalikan dari gaya tahan (drag). Sebagai aturan umum, thrust beraksi
paralel dengan sumbu longitudinal. Tapi sebenarnya hal ini tidak selalu
terjadi, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Drag, adalah gaya ke belakang, menarik mundur,
dan disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh sayap, fuselage, dan objek-objek
lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi kebelakang paralel dengan arah
angin relatif (relative wind).
Weight, gaya berat adalah kombinasi berat dari
muatan pesawat itu sendiri, awak pesawat, bahan bakar, dan kargo atau bagasi.
Weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi. Weight melawan lift
(gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of gravity
dari pesawat.
Lift,
(gaya angkat) melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari
udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan
melalui center of lift dari sayap.
Pada
penerbangan yang stabil, jumlah dari gaya yang saling berlawanan adalah sama
dengan nol. Tidak akan ada ketidakseimbangan dalam penerbangan yang stabil dan
lurus (Hukum ketiga Newton). Hal ini berlaku pada penerbangan yang mendatar
atau mendaki atau menurun.
Hal ini tidak sama dengan mengatakan seluruh
keempat gaya adalah sama. Secara sederhana semua gaya yang berlawanan adalah
sama besar dan membatalkan efek dari masing-masing gaya. Seringkali hubungan
antara keempat gaya ini diterangkan dengan salah atau digambarkan dengan
sedemikian rupa sehingga menjadi kurang jelas.
Perhatikan
gambar berikut sebagai contoh. Pada ilustrasi di bagian atas, nilai dari semua
vektor gaya terlihat sama. Keterangan biasa pada umumnya akan mengatakan (tanpa
menyatakan bahwa thrust dan drag tidak sama nilainya dengan weight dan lift)
bahwa thrust sama dengan drag dan lift sama dengan weight seperti yang
diperlihatkan di ilustrasi di bawah.
Pada
dasarnya ini adalah pernyataan yang benar yang harus benar-benar dimengerti
atau akan memberi pengertian yang menyesatkan. Harus dimengerti bahwa dalam
penerbangan yang lurus dan mendatar (straight and level), tidak berakselerasi
adalah benar gaya lift/weight yang saling berlawanan adalah sama, tapi kedua
gaya itu juga lebih besar dari gaya berlawanan thrust/drag yang juga sama
nilainya diantara keduanya, bukan dibandingkan dengan lift/weight.
Untuk
kebenarannya, harus dikatakan bahwa dalam keadaan stabil (steady) jumlah gaya
ke atas (tidak hanya lift) sama dengan jumlah gaya ke bawah (tidak hanya
weight), jumlah gaya dorong (tidak hanya thrust) sama dengan jumlah gaya ke
belakang (tidak hanya drag).
Perbaikan dari rumus lama yang mengatakan
“thrust sama dengan drag dan lift sama dengan weight” ini juga mempertimbangkan
fakta bahwa dalam climb/terbang mendaki, sebagian gaya thrust juga diarahkan ke
atas, beraksi seperti gaya lift, dan sebagian gaya weight, karena arahnya yang
ke belakang juga beraksi sebagai drag. Pada waktu melayang turun (glide)
sebagian vektor gaya weight diarahkan ke depan, beraksi seperti gaya thrust.
Dengan kata lain, jika kapan pun arah pesawat tidak horisontal maka lift,
weight, thrust dan drag akan terbagi menjadi dua komponen.
Sistem kemudi pesawat terbang
Sistem kemudi pesawat terbang dipergunakan untuk melakukan manuver. Pada saat
pesawat akan berbelok ke arah kanan maka daun kemudi digerakkan ke arah kiri,
begitu juga saat pesawat akan bermanuver ke kiri, maka daun kemudi digerakkan ke
arah kiri. Bagian belakang pesawat terdapat kemudi yang dirancang secara
horizontal dan vertical.
Ekor
Pesawat terbang untuk Manuver
Pesawat bisa terbang ke segala arah, menanti gerak kemudi pilot. Kalau kemudi
diputar ke kiri, pesawat akan banking ke kiri. Demikian pula sebaliknya.
Gerakan ini ditentukan bilah aileron di kedua ujung sayap utama. Lalu, jika
pedal kiri atau kanan diinjak, pesawat akan bergerak maju ke kiri atau ke
kanan. Dalam hal ini yang bergerak adalah bilah rudder.Posisinya di belakang
sayap tegak ( Vertical stabilizer ).
Berbeda jika gagang kemudi di tarik
atau didorong. Pesawat akan menanjak atau menukik. Penentu gerakan ini adalah
bilah kemudi elevator yang terletak di kedua bilah sayap ekor horizontal.
Tambahan foil pada pesawat Airbus A320 untuk
manuver
Fungsi foil adalah untuk mempermudah pesawat saat melakukan maneuver.
Lapisan Batas (Boundary Layer)
Lapisan Batas adalah suatu lapisan yang terbentuk
disekitar penampang yang dilalui oleh fluida tertentu, karena mengalami
hambatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor gesekan, dan
efek- efek viskos.
Viskositas adalah kemampuan untuk menahan suatu gesekan (ukuran
kekentalan fluida).
Hubungan antara viskositas dengan aliran laminar dan
turbulen adalah semakin besar viskositas yang terdapat pada fluida maka semakin
kecil gesekan yang tejadi antara fluida dengan permukaan suatu benda sehingga
kecepatan aliran antara molekul fluida lebih teratur, ini berarti aliran ini
cenderung laminar. Begitupun sebaliknya, semakin kecil viskositas fluida maka
alirannya cenderung bergolak (tidak teratur) atau turbulen.
Aliran ini sebenarnya juga bergerak dalam ruang dan waktu sehingga
penurunannya dilakukan pada arah x,y,z serta t (waktu).
Namun
pengasumsian aliran fluida bergerak pada streamline yang mengalir secara tunak
dan gerakan aliran yang mengalami gesekan terjadi
hanya pada salah satu bidang sumbu. dan garis batas yang menunjukan tidak lagi
adanya perubahan ketinggian terhadap kecepatan fluida inilah yang disebut Boundary
Layer. Dimana aliran diluar lapisan batas disebut sebagai aliran
inviscid.
Jenis-jenis aliran yang terjadi bisa berupa aliran laminar, transisi
ataupun turbulen. yang membedakan ketiga jenis aliran ini adalah pada rentang
nilai bilangan reynoldsnya. rentang nilanya adalah :
- laminar Re < 2300
- transient 2300 < Re < 4000
- turbulent Re > 4000
Oleh karenaitu setiap aliran bisa
mengalami ketiga jenis aliran ini.
Sebagai contoh kasus pada aliran yang mengalir pada suatu sudu juga
mengalami lapisan batas. Secara teoritis aliran yang mengalir adalah laminar
secara keseluruhan. namun pada kenyataannya setiap aliran yang mendapatkan
hambatan seperti gesekan permukaan maka akan mengalami tegangan geser dan
diferensiasi kecepatan. dan jiak semakin banyak gangguan yang dialami maka
alirannya akan terus berubah sehingga menyebabkan aliran turbulen.
Semakin banyaknya turbulen yang
terjadi, maka lama kelamaan bisa menyebabkan vorteks. dimana vorteks ini
merupakan fenomena alamiah penyebab terjadinya angin tornado.