A. PENDAHULUAN
Suatu
alternatif teknik penyambungan yang banyak digunakan saat ini adalah
pengelasan, yang merupakan suatu proses penggabungan dua logam sejenis maupun
lain jenis. Dengan teknik ini diharapkan kekuatan logam hasil pengelasan
minimum sama dengan kekuatan logam induknya. Hasil pengelasan banyak digunakan
dalam bidang industri dan memiliki banyak keuntungan dibandingkan teknik
penyambungan lain seperti keling atau mur-baut, antara lain dari segi teknis,
pengelasan memiliki banyak variasi posisi pengelasan dan pengoperasian. Selain
itu lebih cepat dan singkat dari segi ekonomi. Salah satu penerapan metode
pengelasan saat ini adalah pengelasan bawah air atau biasa disebut underwater welding yang merupakan
pengembangan dari proses pengelasan yang umum dilakukan. Penerapannya terutama
dalam bidang perkapalan ataupun perbaikan instalasi eksplorasi lepas pantai.
Namun di Indonesia sendiri masih jarang digunakan.
B.
DASAR
TEORI PENGELASAN
Pengelasan (Welding) adalah salah satu teknik
penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam
pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau logam penambah dan
menghasilkan sambungan yang kontinyu.
C.
JENIS
JENIS PENGELASAN
Berdasarkan
Panas Listrik
ü
SMAW (Shield
Metal Arch Welding)
ü
SAW (Submerged
Arch Welding)
ü
ESW (Electro
Slag Welding)
ü
SW (Stud
Welding)
ü
ERW (Electric
Resistant Welding)
ü
EBW (Electron
Beam Welding)
Betdasarkan
Panas Listrik dan Gas
ü
GMAW (Gas
Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG (Metal
Active Gas) dan MAG (Metal Inert Gas)
ü
GTAW (Gas
Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten
Inert Gas)
ü
FCAW (Flux
Cored Arch Welding)
ü
PAW (Plasma
Arch Welding)
ü
OAW (Oxigen
Acetylene Welding)
Berdasarkan
Ledakan dan reaksi isotermis
ü
EXW (Explosion
Welding) adalah las yang sumber panasnya didapatkan dengan meledakkan
amunisi yang dipasang pada suatu mold/cetakan pada bagian tersebut dan mengisi
cetakan yang tersedia.
D. METODE PENGELASAN
1.
Metal Inert Gas (MIG): Menggunakan
elektroda logam dan menggunakan gas inert (Argon, Helium) untuk menghindari
inklusi atau pengotor oksida. Gas inert sangat dibutuhkan untuk logam yang
reaktif terhadap atmosfir udara seperti: Al, Mg, Ti.
2.
Shield Metal Arc Welding (SMAW):
Menggunakan elektroda logam. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencair
dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elektroda, kawah las, busur listrik
dan daerah las di sekitar busur listrik terhadap pengaruh udara luar.
3.
Tungsten Inert Gas (TIG): Elektrodanya
khusus menggunakan Wolfram. Titik cair elektroda wolfram yang sampai 3410ºC membuat ia tidak ikut
mencair pada saat terjadi busur listrik. Menggunakan gas inert Argon dan atau
Helium. Gas inert untuk logam yang reaktif terhadap atmosfir udara seperti: Al,
Mg, Ti.
4.
Gas Metal Arc Welding (GMAW): Menggunakan
elektroda logam, dengan gas pelindung tidak harus inert, misalnya CO2 (hanya
untuk pengelasan carbon steel & low alloy steel).
5.
Plasma Arc Welding (PAW): PAW sama dengan
TIG menggunakan elektroda wolfram (tidak meleleh), filler diumpan secara
manual. Perbedaannya pada PAW tedapat gas plasma yang mengandung ion positif
dan negatif, sehingga hasil penetrasi dari PAW lebih dalam karena konsentrasi
energi lebih besar, dan daerah Heat Affected Zone (HAZ) relatif lebih kecil
karena ada plasma gas, stabilitas busur lebih baik dari TIG.
6.
Submerged Arc Welding (SAW): Elektroda
dalam bentuk kawat diumpankan ke kampuh las benda kerja secara kontinyu dan
ditutup dengan flux dalam bentuk serbuk halus. Busur listrik tercipta diantara
elektroda dan benda kerja namun tidak terlihat karena elektroda tertutup oleh
flux.
7.
Friction Welding: 2 buah benda kerja
ditekan dan diputar sehingga akibat friksi keduanya akan timbul panas yang
selanjutnya dipakai untuk proses penyambungan.
8.
Friction Stir Welding: penyambungan dua
buah logam dengan menggunakan probe yang berputar serta berjalan, menghasilkan
gesekan, lalu menimbulkan panas, lalu logam menjadi plastis tapi tidak sampai
meleleh dan terjadi penyambungan di antara keduanya.
9.
Spot Welding: Dua elektroda yang
berbentuk silinder diletakkan pada kedua permukaan logam, lalu ditekan. Panas
yang dihasilkan dari tahanan dikombinasikan dengan pemberian tekanan yang akan
menghasillkan Spot Welding, panas tersebut akan berakibat terbentuknya nugget pada
permukaan sambungan dari dua benda kerja.
10.
Seam Welding: Prinsip panas yang
dihasilkan sama dengan spot welding, namun Pengelasan dilakukan dibanyak titik
(continuous) yang Menghasilkan banyak nugget yang berurutan.
11.
Projection Welding: mengkonsentrasikan
arus dan tekanan elektroda pada daerah yang akan dilas yang telah dipersiapkan
sebelumnya sehingga aliran arus terfokus pada titik kontak yang terbatas
12.
Flash Welding: mengkombinasikan tekanan
dari samping dan panas dari arus listrik. Salah satu dari jenis Resistance
welding, dimana tahanan dihasilkan dari gap atau celah antara 2 komponen.
13.
Oxy-Acetylene Welding: Panas dihasilkan
dari gas yang berasal dari campuran oxygen dan fuel (acetylene).
14.
Electron Beam Welding: Elektron yang
bergerak dengan kecepatan tinggi, energi kinetik dari elektron tersebut
ditransformasikan menjadi energi panas untuk melelehkan filler atau weld metal.
15.
Laser Beam Welding: Menggunakan panas
yang dihasilkan dari laser (energi radiasi elektromagnetik).
E. PENGELASAN
DALAM AIR (Deep Water Welding)
Teknologi
pengelasan dalam air (Deep Water Welding)
adalah pengelasan yang dilakukan di bawah air, umumnya laut. sering sekali digunakan untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi pada badan kapal dan perbaikan struktur kapal,
konstruksi pipa air, konstruksi pipa minyak dan gas, konstruksi jembatan di
atas air maupun konstruksi rig atau pengeboran lepas pantai, bangunan lepas
pantai serta konstruksi lainnya yang terendam air.
1. Pengelasan Basah (Wet Underwater Welding)
Dimana proses pengelasan ini berlangsung
dalam keadaan basah dalam arti bahwa elektrode maupun benda berhubungan
langsung dengan air. Applikasi pengelasan sampai kedalaman 150 m. Metode
pengelasan memberikan hasil yang kurang memuaskan, disamping memerlukan welder
yang memiliki keahlian menyelam yang tangguh dan memerlukan pakaian khusus
untuk selam, gelembung gas yang terjadi selama proses pengelasan akan sangat
mengganggu pengamatan welder tersebut. Adapun proses pengelasan yang dipakai
SMAW, FCAW dan MIG.
Shielded metal arc welding (SMAW) adalah proses pengelasan dengan
mencairkan material dasar yang menggunakan panas dari listrik antara penutup
metal (elektroda). SMAW merupakan pekerjaan manual dengan peralatan meliputi power source, kabel elektroda, kabel
kerja (work cable), electrode holder, work clamp, dan
elektroda. Elektroda dan system kerja adalah bagian dari rangkaian listrik.
Flux cored arc welding (FCAW) merupakan las busur listrik fluk inti
tengah / pelindung inti tengah. FCAW merupakan kombinasi antara proses SMAW,
GMAW dan SAW. Sumber energi pengelasan yaitu dengan menggunakan arus listrik AC
atau DC dari pembangkit listrik atau melalui trafo dan atau rectifier. FCAW adalah salah satu jenis
las listrik yang memasok filler
elektroda secara mekanis terus ke dalam busur listrik yang terbentuk di antara
ujung filler elektroda dan metal
induk.
Metal inert gas (MIG) adalah juga las busur listrik dimana panas
yang ditimbulkan oleh busur listrik antara ujung elektroda dan bahan dasar,
karena adanya arus listrik. Pengelasan MIG secara luas digunakan setiap kali
dibutuhkan peleburan/penyatuan logam dengan kecepatan tinggi dan sedang.
2. Pengelasan Kering (Dry Underwater Welding)
Metode pengelasan ini tidak
berbeda dengan pengelasan pada udara terbuka. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan
suatu peralatan yang bertekanan tinggi yang biasa disebut dengan Dry Hyperbaric Weld Chamber, dimana alat
ini secara otomatis didesain kedap air seperti layak desain kapal selam.
Applikasi pengelasan sampai kedalaman 150 m kebawah. Seorang welder /diver sebelum menjalankan tugas
ini tidak boleh langsung terjun pada kedalaman yang dituju, tetapi harus
menyesuaikan terlebih dahulu step by step tekanan yang terjadi pada kedalaman
tertentu sampai dapat menyesuaikan tekanan yang terjadi pada kedalaman yang
dituju, otomatis untuk pengelasan 1 joint bisa memakan waktu yang cukup lama.
v Kendala
Pada Pengelasan Dalam Air
Keengganan pihak industri untuk
memakai teknik pengelasan bawah air ini bisa dimengerti mengingat hal-hal
berikut :
ü
Class,
baik DNV atau LR belum menerima teknik ini untuk perbaikan yang sifatnya
permanen. Terdapat weld defects yang
hampir selalu menyertai (porosity, lack
of fusion, cracking) yang memberatkan teknik pengelasan ini untuk
tujuan-tujuan perbaikan permanen. Pada perbaikan elemen yang dapat dikatakan
kurang penting, class sudah bisa menerimanya sebagai permanen bersyarat yaitu
bisa dianggap sebagai permanen asal dalam inspeksi mendatang tidak ditemukan
penurunan yang signifikan dari kualitas pengelasan.
ü
Mengacu pada AWS D3.6:1999 yaitu Specification
for underwater welding, hasil terbaik yang bisa diperoleh dari teknik ini
adalah baru Class B. Hasil seperti ini hanya bisa diterima kalau tujuan
pengelasan hanya untuk aplikasi yang kurang penting/kritis dimana ductility yang lebih rendah, porosity yang lebih banyak, discontinuities yang relatif lebih
banyak masih bisa diterima. Kalaupun pengelasan ini dipakai biasanya hanya
diaplikasikan untuk tujuan-tujuan yang sifatnya ‘fit for purpose’ saja.
ü
Tingginya resiko hydrogen cracking di area HAZ terutama untuk material yang
mempunyai kadar karbon equivalent
lebih tinggi dari 0.4%. Terutama di Laut Utara, struktur lepas pantainya biasa
menggunakan material ini.
ü
Berdasarkan pengalaman yang ada di industri,
teknik pengelasan ini hanya dilakukan sampai kedalam yang tidak lebih dari 30
meter
ü
Kinerja proses shieldedmetal arc (SMA) dari elektroda ferritic memburuk dengan bertambahnya kedalam. Produsen elektroda
komersial juga membatasai penggunaannya sampai kedalaman 100 meter saja.
ü
Sifat hasil pengelasan juga memburuk dengan
bertambahnya kedalaman, teruatama ductility
dan toughness (charpy impact).
ü
Karena kontak langsung dengan air, maka air di
sekitar area pengelasan menjadi mendidih dan terionisasi menjadi gas oksigen
dan hidrogen. Sebagian gas ini melebur ke area HAZ tapi sebagian besar lainnya
akan mengalir ke udara. Bila aliran ini tertahan, maka akan terjadi resiko
ledakan yang biasanya membahayakan penyelam.
v Pemecahan
Masalah dari Pengelasan Dalam Air
ü
Hydrogen
cracking dan hardness di area HAZ
bisa diminimalisasi atau dihindari dengan penerapan teknik multiple temper bead (MTB). Konsep dari teknik ini adalah dengan
mengontrol rasio panas (heat input)
diantara lapisan-lapisan bead pengelasan. Pengontrolan panas ini, ukuran bead pada lapisan pengelasan pertama
harus disesuaikan sehingga penetrasi minimum ke material bisa didapat. Begitu
juga untuk lapisan yang kedua dan seterusnya. Terdapat tiga parameter yang
mempengaruhi kualitas pengelasan dalam penerapan MTB ini, yaitu jarak antara temper bead, rentang waktu pengelasan,
dan heat input.
ü
Teknik buttering
juga bisa digunakan terutama untuk material dengan CE lebih dari 0.4%.
Elektroda butter yang digunakan bisa
elektroda yang punya oxidizing agent atau
elektroda thermit.
ü
Pemakain elektroda dengan oxidizing agent. Agent ini akan menyerap kembali gas hidrogen atau
oksigen yang terserap di HAZ.
ü
Pemakaian thermit
elektroda juga bisa digunakan. Elektroda jenis ini akan memproduksi panas yang
tinggi dan pemberian material las (weld
metal) yang sedikit sehingga mengurangi kecepatan pendinginan dari hasil
pengelasan oleh suhu di sekitarnya sehingga terjadi semacam proses post welding heat treatment.
ü
Elektroda berbasis nikel bisa menahan hidrogen
untuk tidak berdifusi ke area HAZ. Sayangnya hardness di area HAZ masih tinggi dan kualitas pengelasan hanya
baik untuk kedalaman sampai 10 meter.
REFERENSI:
No comments:
Post a Comment